Perjalanan Erwin Gutawa sepanjang 30 tahun berkarya adalah bukti kegigihan dalam mengeksplorasi musik. Pencapaian Erwin pada deretan penghargaan dalam negeri hingga kancah internasional menjadi bukti dari proses panjang menciptakan karya musik.
Bermula sebagai anggota band KARIMATA sebuah band Fusion ternama di era thn 80-90, hingga akhirnya berhasil membentuk “Erwin Gutawa Orchestra” memantapkan posisi Erwin Gutawa hingga saat ini dikenal sebagai salah satu tokoh musik ternama di Indonesia. Eksplorasi mendalam akan musik telah mengantar Erwin Gutawa ke berbagai profesi mulai dari pemain bass, music director, produser, konduktor, orkestrator, komposer, hingga pengalaman menata konsep pertunjukkan musik yang memadukan koreografi, penataan panggung, dan elemen seni pertunjukkan lainnya.
Sukses sebagai produser album hingga single musik dengan nama besar seperti Chrisye, Krisdayanti, Ruth Sahanaya, January Christy, Titi DJ dsb, hingga single lagu dari Iwan Fals, Agnes Monica, Anggun, Ari lasso, Once, hingga Afgan membawa Erwin kepada tantangan selanjutnya sebagai penata musik untuk deretan konser spektakuler. Hingga akhirnya, Erwin Gutawa disebut sebagai Pelopor Konser Tunggal Penyanyi di Indonesia dengan mempersembahkan sebuah konser untuk Ruth Sahanaya pada tahun 1993, dan Konser Chrisye ‘Sendiri” thn 1994, untuk kemudian terus konsisten membuat Konser-konser tunggal penyanyi Indonesia lainnya. Setelah itu Erwin juga melebarkan sayapnya dengan mendapat kepercayaan untuk menangani artis besar Siti Nurhaliza sebagai music director di negeri Jiran & di London, UK. Saat menjadi music director Siti Nurhaliza, ia menjadi Conductor Indonesia pertama yang memimpin London Symphony Orchestra di Royal Albert Hall, London.
Kemampuan Erwin dalam mengilustrasikan emosi visual ke dalam karya musik juga dibuktikan dengan beberapa nama besar seni pertunjukkan musikal dan film. Memulai karya pada musikal di pertunjukan “P.Ramlee: The Musical” di Istana Budaya Kuala Lumpur Malaysia, kali ini Erwin berhadapan dengan tantangan untuk mengolah musik Melayu menjadi karya megah orkestra, hal ini dilakukannya pula saat membuat komposisi-komposisi baru dalam Musikal Laskar Pelangi yang dipentaskan di Jakarta dan Singapore.
Erwin pun kembali dipercaya untuk menginterpretasi seni tradisional musik Betawi ke dalam format orkestra di pertunjukan musikal bertajuk Ariah yang diselenggarakan dalam panggung spektakuler di Monumen Nasional, Jakarta.
Tantangan dalam pembuatan scoring di film Pendekar Tongkat Emas juga disambut Erwin Gutawa karena mengangkat kental tema budaya Indonesia. Erwin berhasil meleburkan elemen musik orkestra nan elegan dengan elemen bunyi-bunyian alat musik tradisional khas Nusa Tenggara demi menciptakan alunan musik yang memiliki emosi mendalam dan sesuai dengan tema dan pesan yang ingin disampaikan dalam film.
Erwin Gutawa dikenal sebagai musisi besar dan orkestrator cross genre pertama di Indonesia, seperti yang dapat didengar dalam album-album solo miliknya. Dalam setiap album, Erwin memiliki misi tersendiri untuk membuktikan keahliannya dalam meramu berbagai genre musik.
Komunikasi musikalnya telah berjalan ke berbagai penjuru dunia, Erwin telah berkolaborasi dengan beberapa orkestra kelas dunia, seperti London Symphony Orchestra, Victorian Philharmonic Orchestra & The Australian Concert Orchestra, Bulgarian Symphony Orchestra juga The City of Prague Philharmonic Orchestra.
Kepedulian Erwin terhadap sejarah musik di Indonesia juga dibuktikan dalam sebuah album apresiasi legenda musik Koes Plus melalui karya album “Salute to Koes Plus”. Pada album ini, aransemen musik Koes Plus diinterpretasikan kembali dan berkolaborasi dengan musisi-musisi besar Indonesia demi upaya mengenalkan kembali pada generasi muda terhadap pentingnya perjalanan sejarah musik di Indonesia. Lain lagi dengan “Rockestra”, Erwin memiliki misi untuk membuktikan bahwa orkestra tidak hanya berbicara klasik, namun dapat lintas genre sehingga menghasilkan masterpiece yang berkarakter rock kental dibalut kemegahan orkestra. Dalam album ini Erwin lagi-lagi berhasil menorehkan prestasi sebagai orang Indonesia pertama yang melakukan sesi rekaman di Abbey Road Studio bersama London Symphony Orchestra.
Pengharapan Erwin Gutawa melalui regenerasi musik menjadi bukti dari impian untuk terus mempertahankan kualitas musik anak negeri. Keinginannya mewarisi musik ke generasi muda dibuktikan melalui proyek musik “Di Atas Rata-rata”, persembahan dari Erwin Gutawa dan Gita Gutawa. Mencari bakat-bakat musisi muda di berbagai pelosok Indonesia menjadi upaya regenerasi musik Erwin untuk memupuk kualitas musisi tanah air di masa mendatang.
Membuka 2018, Erwin kembali berinovasi dalam misi regenerasi musik. Erwin Gutawa memberikan satu alternatif ruang bagi para musisi Indonesia melalui kehadiran “Erwin Gutawa (EG) Music School”. Kehadiran sekolah musik ini menjadi satu pembuktian besar bagi Erwin untuk memberikan jawaban jangka panjang untuk mempertahankan kualitas dan kelestarian musik tanah air.